IMAM ABU HASSAN AL-ASY'ARI, IMAM SYAFI'I, DAN IMAM GHAZALI
IMAM ABU HASSAN AL-ASY'ARI
Tokoh Islam bidang tauhid ini lahir tahun 260 H di Basrah dan meninggal dunia tahun 324 H. Abu Hassan berguru kepada Abu Ali Al-Jubbai yang berbeda paham tentang sifat-sifat Allah. Maka ia pun memisahkan diri dan membentuk paham lain yang diberi nama Asy'ariah.
Abu Hassan menghasilkan 90 judul karya kitab dari berbagai disiplin ilmu, antara lain: Magalatul Islamiyah, tentang persoalan kepercayaan Islam serta ilmu kalam. Al-Ibanah 'An Usuliddiyanah, tentang kepercayaan akidah dan penjelasan tentang dasar-dasar agama. Al-Lama, tentang ketuhanan, dosa besar dan akidah.
Al-Imam Abul Hasan al-Asy’ari wafat di Baghdad pada tahun 324 H. Semoga Allah meridhoinya dan menempatkannya dalam keluasan jannahNya.
Tokoh Islam bidang tauhid ini lahir tahun 260 H di Basrah dan meninggal dunia tahun 324 H. Abu Hassan berguru kepada Abu Ali Al-Jubbai yang berbeda paham tentang sifat-sifat Allah. Maka ia pun memisahkan diri dan membentuk paham lain yang diberi nama Asy'ariah.
Abu Hassan menghasilkan 90 judul karya kitab dari berbagai disiplin ilmu, antara lain: Magalatul Islamiyah, tentang persoalan kepercayaan Islam serta ilmu kalam. Al-Ibanah 'An Usuliddiyanah, tentang kepercayaan akidah dan penjelasan tentang dasar-dasar agama. Al-Lama, tentang ketuhanan, dosa besar dan akidah.
Abu
al-Hasan Ali bin Ismail al-Asy'ari
keturunan dari Abu Musa al-Asy'ari,
salah seorang perantara dalam sengketa antara Ali bin Abi Thalib dan Mu'awiyah. Al-Asy'ari lahir
tahun 260 H/873 M dan wafat pada
tahun 324 H/935 M
Al-Asy'ari lahir di Basra,
namun sebagian besar hidupnya di Baghdad.
A.
Guru-gurunya
Beliau
Rahimahullah mengambil ilmu kalam dari ayah tirinya, Abu Ali al-Jubai, seorang
imam kelompok Mu’tazilah. Ketika beliau keluar dari pemikiran Mu’tazilah,
beliau Rahimahullah memasuki kota Baghdad dan mengambil hadits dari muhaddits
Baghdad Zakariya bin Yahya as-Saji.
Demikian
juga, beliau belajar kepada Abul Khalifah al-Jumahi, Sahl bin Nuh, Muhammad bin
Ya’qub al-Muqri, Abdurrahman bin Khalaf al-Bashri, dan para ulama thabaqah
mereka.
Pada
waktu kecilnya ia berguru pada seorang Mu'tazilah
terkenal, yaitu Al-Jubbai, mempelajari
ajaran-ajaran Muktazilah dan mendalaminya. Aliran ini diikutinya terus ampai
berusia 40 tahun, dan tidak sedikit dari hidupnya digunakan untuk mengarang
buku-buku kemuktazilahan. namun pada tahun 912 dia mengumumkan
keluar dari paham Mu'tazilah, dan mendirikan teologi baru yang
kemudian dikenal sebagai Asy'ariah.
Ketika
mencapai usia 40 tahun ia bersembunyi di rumahnya selama 15 hari, kemudian
pergi ke Masjid Basrah. Di depan banyak orang ia menyatakan bahwa ia mula-mula
mengatakan bahwa Quran adalah makhluk; Allah Swt tidak dapat dilihat mata
kepala; perbuatan buruk adalah manusia sendiri yang memperbuatnya (semua
pendapat aliran Muktazilah).
Kemudian
ia mengatakan: "saya tidak lagi memegangi pendapat-pendapat tersebut; saya
harus menolak paham-paham orang Muktazilah dan menunjukkan keburukan-keburukan
dan kelemahan-kelemahanya".
Beliau
cenderung kepada pemikiran Aqidah Ahlussunnah Wal jama'ah dan telah
mengembangkan ajaran seperti sifat Allah 20. Banyak tokoh pemikir Islam yang
mendukung pemikiran-pemikiran dari imam ini, salah satunya yang terkenal adalah "Sang hujjatul Islam" Imam Al-Ghazali,
terutama di bidang ilmu kalam/ilmu tauhid/ushuludin.
Walaupun
banyak juga ulama yang menentang pamikirannya,tetapi banyak masyarakat muslim
yang mengikuti pemikirannya. Orang-orang yang mengikuti/mendukung
pendapat/faham imam ini dinamakan kaum/pengikut "Asyariyyah",
dinisbatkan kepada nama imamnya.
Di
Indonesia
yang mayoritas penduduknya muslim banyak yang mengikuti paham imam ini, yang dipadukan
dengan paham ilmu Tauhid yang dikembangkan oleh Imam Abu Manshur Al-Maturidi. Ini terlihat dari
metode pengenalan sifat-sifat Allah yang terkenal dengan nama "20 sifat
Allah", yang banyak diajarkan di pesantren-pesantren
yang berbasiskan Ahlussunnah Wal Jama'ah dan Nahdhatul
Ulama (NU) khususnya, dan sekolah-sekolah formal pada umumnya.
B.
Karya-karyanya
Ia
meninggalkan karangan-karangan, kurang lebih berjumlah 90 buah dalam berbagai
lapangan. Kitabnya yang terkenal ada tiga : 1. Maqalat al-Islamiyyin 2.
Al-Ibanah 'an Ushulid Diniyah 3. Al-Luma
C.
Tulisan-tulisannya
Di
antara tulisan-tulisan beliau adalah: al-Ibanah an Ushuli Diyanah, Maqalatul
Islamiyyin, Risalah Ila Ahli Tsaghr, al-Luma’ fi Raddi ala Ahlil Bida’,
al-Mujaz, al-Umad fi Ru’yah, Fushul fi Raddi alal Mulhidin, Khalqul A’mal, Kitabush
Shifat, Kitabur Ruyah bil Abshar, al-Khash wal ‘Am, Raddu Alal Mujassimah,
Idhahul Burhan, asy-Syarh wa Tafshil, an-Naqdhu alal Jubai, an-naqdhu alal
Balkhi, Jumlatu Maqalatil Mulhidin, Raddu ala lbni Ruwandi, al-Qami’ fi Raddi
alal Khalidi, Adabul Jadal, Jawabul Khurasaniyyah, Jawabus Sirafiyyin, Jawabul
Jurjaniyyin, Masail Mantsurah Baghdadiyyah, al- Funun fi Raddi alal Mulhidin,
Nawadir fi Daqaiqil Kalam, Kasyful Asrar wa Hatkul Atsar, Tafsirul Qur’an al-Mukhtazin,
dan yang lainnya.Al-Imam Ibnu Hazm Rohimahullah berkata, “al-Imam Abul Hasan
al-Asy’ari memiliki 55 tulisan.
D.
Wafatnya
Al-Imam Abul Hasan al-Asy’ari wafat di Baghdad pada tahun 324 H. Semoga Allah meridhoinya dan menempatkannya dalam keluasan jannahNya.
IMAM SYAFI'I
Imam
Syafi’i bernama lengkap Abu Abdullah Muhammad bin Idris As Syafi’i, lahir di
Gaza, Palestina pada tahun 150 Hijriah (767-820 M), berasal dari keturunan
bangsawan Qurays dan masih keluarga jauh rasulullah SAW. dari ayahnya, garis
keturunannya bertemu di Abdul Manaf (kakek ketiga rasulullah) dan dari ibunya
masih merupakan cicit Ali bin Abi Thalib r.a.
Semasa
dalam kandungan, kedua orang tuanya meninggalkan Mekkah menuju palestina,
setibanya di Gaza, ayahnya jatuh sakit dan berpulang ke rahmatullah, kemudian
beliau diasuh dan dibesarkan oleh ibunya dalam kondisi yang sangat prihatin dan
seba kekurangan, pada usia 2 tahun, ia bersama ibunya kembali ke mekkah dan di
kota inilah Imam Syafi’i mendapat pengasuhan dari ibu dan keluarganya secara
lebih intensif.
Saat
berusia 9 tahun, beliau telah menghafal seluruh ayat Al Quran dengan lancar
bahkan beliau sempat 16 kali khatam Al Quran dalam perjalanannya dari Mekkah
menuju Madinah.
Setahun
kemudian, kitab Al Muwatha’ karangan imam malik yang berisikan 1.720 hadis
pilihan juga dihafalnya di luar kepala, Imam Syafi’i juga menekuni bahasa dan
sastra Arab di dusun badui bani hundail selama beberapa tahun, kemudian beliau
kembali ke Mekkah dan belajar fiqh dari seorang ulama besar yang juga mufti
kota Mekkah pada saat itu yaitu Imam Muslim bin Khalid Azzanni.
Kecerdasannya
inilah yang membuat dirinya dalam usia yang sangat muda (15 tahun) telah duduk
di kursi mufti kota Mekkah, namun demikian Imam Syafi’i belum merasa puas
menuntut ilmu karena semakin dalam beliau menekuni suatu ilmu, semakin banyak
yang belum beliau mengerti, sehingga tidak mengherankan bila guru Imam Syafi’i
begitu banyak jumlahnya sama dengan banyaknya para muridnya.
Meskipun
Imam Syafi’i menguasai hampir seluruh disiplin ilmu, namun beliau lebih dikenal
sebagai ahli hadis dan hukum karena inti pemikirannya terfokus pada dua cabang
ilmu tersebut, pembelaannya yang besar terhadap sunnah Nabi sehingga beliau
digelari Nasuru Sunnah (Pembela Sunnah Nabi).
Dalam
pandangannya, sunnah Nabi mempunyai kedudukan yang sangat tinggi, malah
beberapa kalangan menyebutkan bahwa Imam Syafi’i menyetarakan kedudukan sunnah
dengan Al Quran dalam kaitannya sebagai sumber hukum islam, karena itu, menurut
beliau setiap hukum yang ditetapkan oleh rasulullah pada hakekatnya merupakan
hasil pemahaman yang diperoleh Nabi dari pemahamannya terhadap Al Quran.
Selain
kedua sumber tersebut (Al Quran dan Hadis), dalam mengambil suatu ketetapan
hukum, Imam Syafi’i juga menggunakan Ijma’, Qiyas dan istidlal (penalaran)
sebagai dasar hukum islam.
Berkaitan
dengan bid’ah, Imam Syafi’i berpendapat bahwa bid’ah itu terbagi menjadi dua
macam, yaitu bid’ah terpuji dan sesat, dikatakan terpuji jika bid’ah tersebut
selaras dengan prinsip prinsip Al Quran dan Sunnah dan sebaliknya. dalam soal
taklid, beliau selalu memberikan perhatian kepada murid muridnya agar tidak
menerima begitu saja pendapat pendapat dan hasil ijtihadnya, beliau tidak
senang murid muridnya bertaklid buta pada pendapat dan ijtihadnya, sebaliknya
malah menyuruh untuk bersikap kritis dan berhati hati dalam menerima suatu
pendapat, sebagaimana ungkapan beliau ” Inilah ijtihadku, apabila kalian
menemukan ijtihad lain yang lebih baik dari ijtihadku maka ikutilah ijtihad
tersebut “.
Diantara karya karya
Imam Syafi’i yaitu Al Risalah, Al Umm yang mencakup isi beberapa kitabnya,
selain itu juga buku Al Musnadberisi tentang hadis hadis rasulullahyang
dihimpun dalam kitab Umm serta ikhtilaf Al hadis.
IMAM GHAZALI
Imam
Al-Ghazali Lahir pada 450 H (1058 M) di desa Taberan distrik Thus, Persia, dan
bernama Abu Hamid Muhammad, Gelarnya adalah "Hujjatul Islam" dan
gelar wangsanya adalah Ghazzali. Nama ayahnya kurang begutu dikenal namun
kakeknya adalah orang terpandang pada masanya.
Ayahnya
meninggal dalam usia muda sehingga meninggalkan ia diasuh oleh ibu dan
kakeknya. Ghazzali disebut-sebut sebagai nama sebuah desa distrik Thus,
provinsi Khurasan, Persia. Menurut Maulana Syibli Nu'mani, leluhur Abu Hamid
Muhammad mempunyai usaha pertenunan (ghazzal) dan karena itu dia
melestarikan gelar keluarganya "Ghazzali" (penenun).
Pendidikannya,
pada saatnya Ayahnya meninggal dunia, pendidikan kedua anaknya dipercayakan
kepada salah seorang kepercayaannya. Dia memberikan keduanya pendidikan dasar
lalu mengirimkan ke Maktab swasta.
Kedua
anak tersebut mampu menghafal al-quran dalam waktu singkat. Setelah itu mereka
mulai belajar bahasa arab. Mereka kemudian dimasukan kedalam madrasah bebas
[independen].
Setelah
beberapa waktu Ghazzali meninggalkan kota kelahirannya untuk beberapa waktu
untuk menempuh pendidikan tinggi di Zarzan dan belajar dibawah bimbingan ulama
besar, Imam Abu Nashr Ismail.
Ghazzali
senantiasa mencatat perkuliahannya, tetapi dalam suatu peristiwa catatan
tersebut ikut terbawa bawa perampok bersama barang-barangnya. Tetepi beliau
memberikan diri untuk mendatangi kepala perampok untuk meminta kepada mereka
catatan kuliah beliau. Alhamdulillah catatanya tersebut dikembalikan.
Kemudian
beliau masuk ke Madrasah Nizamiyah di Nishapur, yang waktu itu adalah pusat
pendidikan terpandang dan dipimpin oleh ulama tersohor bernama Imam Haramain,
yang memiliki 400 orang murid tiga diantara muridnya menjadi ulama-ulama
terkenal, Harasi, Ahmad bin Muhammad dan Ghazzali. Setelah kejadian itu
Ghazzali pergi ke pusat kekhalifahan di Bagdad saat itu usia Ghazzali berumur
28 tahun.
Di
Bagdad beliau diangkat menjadi Rektor madrasah Nizamiyah oleh Nizamul Mulk. Ratusan
ulama,pejabat kekhalifahan, dan bangsawan yang berkuasa menghadiri perkuliahan
Imam Ghazzali yang disampaikan dengan penuh pemikiran, argumen dan alasan.
kebanyakan daftar perkuliahan dicatat oleh Sayyid bin Fariz dan Ibn Lubban.
keduanya mencatat sekitar 183 bahan perkuliahan yang kemudian dikumpulkan dalam
Majalis-i Ghazzaliyah.
Imam
Ghazzali adalah pengikut Imam Syafi'i dalam usia mudanya tetapi di Bagdad dia
bergaul dengan kalangan dari berbagai mazhab fiqh, pemikiran , dan gagasan :
Syi'i, Sunni, Zindiqi, Majusi, Teolog sklolastik, kristen, Yahudi, Ateis.
Dan
ini berpengaruh pada pemikiaran Imam Ghazali dan pada kehidupannya berubah
total. Ia meninggalkan Bagdad, mengenakan pakaian sufi dan menyelinap
meninggalkan Bagdad disuatu malam pada tahun 488 H.
Ia
pergi ke Damaskus lalu mengasingkan diri dalam sebuah kamar mesjid dan dengan
penuh kesungguhan melakukan ibadah, tafakur dan zikir. disini dia mengabiskan
waktu selama dua tahun dalam kesendirian dan kesunyian.
Pada
usia 27 tahun, ia di tahbis oleh Pir Abu 'Ali Farnadi yang juga guru spiritual
Wazir Nizamul Mulk. setelah dua tahun, dipergi ke Yerusalem dan berjiaran pada
tempat kelahiran Nabi Isa As. pada tahun 499 H ia berjiarah ke tempat suci Nabi
Ibrahim As dan disana dia memancangkan tiga sumpah :
·
Tidak akan pergi ke Dardar seorang
penguasa.
·
Tidak akan menerima pemberian mereka.
·
Tidak akan terlibat dalam suatu
perdebatan agama.
Ia
memegang sumpahnya hingga meninggalnya. Selanjutnya dia melakukan ibadah Haji
dan mengunjungi Madinah dan tinggal di "Kota Nabi" ini cukup lama.
Ketika
pulang ia diminta penguasa untuk menjadi rektor Madrasah Nizamiyah, tetapi
sewaktu penguasa itu terbunuh maka dia meletakan jabatannya sebagai rektor,
penguasa yang baru menawarkan kembali, namun beliau menolaknya.
Dia
wafat di desa asalnya, Taberan, pada 14 Jumadil Akhir 505 H bertepatan pada
tanggal 9 Desember 1111 M, Ibn Jauzi menceritakan tentang kisah kematiannya.
Ia
berkata "pada senin dini hari menjelang subuh dia bangkit dari tempat
tidurnya dan hendak menunaikan sholat Shubuh dan kemundian setelah itu menyuruh
seseorang untuk membawakan kain kafan kepadanya, setelah kain itu diberikan, ia
mengangkatnya tinggi hingga ke mata lalu berkata, 'perintah Tuhan di titahkan
untuk di taati.' ketika mengatakan demikian ia bernafas untuk terakhir kalinya,
beliau meninggalkan seorang anak perempuan."
Adapun
karya-karya beliau selama hidup hampir 55 tahun dan sudah memulai menulis buku
sejak usia 20 tahun. Buku yang beliau tulis hampir berjumlah 400 judul.