KISAH KESABARAN RASULULLAH SAW
Ciri paling menonjol dalam kepribadian Rasulullah Saw yang multidimensi
adalah budi pekertinya yang tiada bandingannya. Tak ada satu sisi pun
dalam diri beliau tanpa budi pekerti yang luhur, sehingga kita tidak
akan dapat menemukan dalam kehidupan beliau, sikap yang lebih berakhlak
dari yang beliau lakukan. Pantaslah bila istri beliau, Aisyah ra berkata
singkat saat menggambarkan akhlak Rasulullah, “Akhlak beliau adalah Alquran.”
DI antara sifat yang paling mulia dan utama adalah sabar. Allah Subhanahu Wa ta'ala berfirman, ''Bersabarlah ( hai Muhammad ) dan tiadalah kesabaran itu melainkan dengan pertolongan Allah
( QS. an Nahl [16];127 ).
Menurut Al-Ghazali, sekitar tujuh puluh lebih keterangan Alquran tentang keutamaan sabar, anjuran sabar, dan ganjaran bagi orang yang menjaga kesabaran.
Sungguh banyak kisah kesabaran dan kedermawanan Rasulullah SAW. Salah satunya adalah kisah ketika Nabi Muhammad SAW mendapat syamlah ( baju longgar yang menutup seluruh badan ).
Sahl bin Sa'ad bertutur, ''Suatu hari datang seorang perempuan menghadiahkan kepada Nabi SAW sepotong syamlah, yang ujungnya ditenun. Perempuan itu berkata, ''Ya Rasulullah, akulah yang menenun syamlah ini dan aku hendak menghadiahkan kepada Engkau.''
Rasulullah Saw sangat menyukai syamlah tersebut. Tanpa banyak bicara, Rasulullah Saw langsung mengambil dan memakainya dengan sangat gembira dan berterima kasih kepada wanita itu.
Rasulullah Saw betul-betul sangat membutuhkan dan menyukai syamlah tersebut.
Namun, tak lama setelah wanita itu pergi, tiba-tiba datang seorang laki-laki meminta syamlah tersebut. Rasulullah pun memberikannya.
Para sahabat yang lain lalu mengecam laki-laki tersebut. Mereka berkata, ''Hai Fulan, Rasulullah Saw sangat menyukai syamlah tersebut, mengapa kau memintanya? Kau kan tahu Rasulullah tidak pernah tidak memberi kalau diminta?''
Laki-laki itu menjawab,'' Aku memintanya bukan untuk dipakai sebagai baju, melainkan untuk kain kafanku nanti kalau aku meninggal''. Begitulah, tak lama kemudian, laki-laki itu meninggal dan syamlah tersebut menjadi kain kafannya. ( HR Bukhari ).
Dan ada lagi sifat kesabaran beliau, bukan kesabaran dalam kondisi biasa, termasuk kesabaran dalam medan pertempuran yang sangat menakutkan sekalipun. Inilah yang diceritakan Said Hawwa dalam kitabnya “Ar-Rasul Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam.”
Sikap sabar beliau yang paling menonjol dalam perang terdahsyatnya adalah saat perang Uhud dan perang Khandaq. Pada hari kaum muslimin didera kekalahan, beliau tetap tegar tidak mundur sejengkalpun. Juga pada hari pengepungan pasukan sekutu terhadap kota Madinah yang membuat nafas kaum muslimin tersengal-sengal, tetapi beliau tetap memiliki harapan untuk menang.
Imam Muslim meriwayatkan, “Rasulullah Saw berperang hanya ditemani tujuh orang Anshar dan dua orang Quraisy dalam perang Uhud.”
Saat perang Uhud, kaum musyrikin mampu menerobos dan mendekati Rasulullah saw. Salah seorang dari mereka bahkan melempari beliau dengan batu yang membuat hidung dan dagu beliau pecah, muka beliau robek hingga mengucurkan darah. Tak cukup sampai disini, kemudian tersiar kabar bahwa Nabi Muhammad telah terbunuh. Maka kaum Muslimin terpecah-pecah, sebagian masuk Madinah dan sebagian lari ke atas gunung. Para sahabat bingung, tak tahu apa yang harus diperbuat.
Rasulullah Saw memasang anak panah dan memberikannya pada Sa’ad bin Abi Waqhash dan mengatakan, “Tembakkan, jaminanmu adalah ayah dan ibuku.” Abu Thalhah Al Anshari adalah seorang pemanah yang jitu dalam menembak sasaranya, ia bertarung habis-habisan membela Rasulullah Saw, jika ia memanah, Rasulullah Saw menampakkan dirinya melihat dimana anak panahnya mengenai sasaran.
Di saat yang sulit ini, ketika umat Islam lari bercerai-berai tidak ada yang menemani Rasulullah Saw, kecuali jumlah yang sedikit ini. Rasulullah Saw tetap tegar memimpin peperangan yang paling mengharukan antara tiga ribu pasukan kafir Quraisy melawan Rasulullah dan beberapa orang saja yang menyertainya. Beliau tidak mau menyerah kalah, tetapi bersikeras bersama orang-orang yang menyertainya bertempur habis-habisan, sampai kaum musyrikin melihat bahwa kerugian mereka lebih besar dari pada keuntunganya, sampai akhirnya lari meninggalkan Nabi Saw dan pengikutnya.
Kesabaran yang bagaimana ini?
Jangan kita lupakan bahwa kabar terbunuhnya Muhammad sudah tersiar, dan Rasulullah Saw meminta orang-orang yang mengetahui keberadaan beliau untuk tidak menolak kabar itu, agar jangan sampai membuat kafir Quraisyi mengurungkan niat meninggalkan pertempuran. Beliau tetap bersabar dalam posisi yang paling sulit dan tidak keluar dari komando tempur yang sempurna.
Sementara pada saat perang Khandaq, Madinah dikepung dengan sangat ketat, dalam waktu yang lama yang membuat kaum muslimin berada dalam posisi aman sulit sehingga mereka tidak mengenal tidur dan istirahat berhari-hari. Pasukan Ahzab menyerang mereka dari titik yang lemah. Kaum muslimin bergerak sambung-menyambung dari tempat satu ke tempat lain untuk menghindari serangan mendadak dan kaum muslimin merasa letih sebagaimana disifati Allah Swt,
(yaitu) ketika mereka datang kepadamu dari atas dan dari bawahmu, dan ketika tidak tetap lagi penglihatan(mu) dan hatimu naik menyesak sampai ke tenggorokan dan kamu menyangka terhadap Allah dengan bermacam-macam purbasangka. Disitulah diuji orang-orang mukmin dan digoncangkan (hatinya) dengan goncangan yang sangat. (al-Ahzab: 10-11)
Dalam situasi yang sedemikian sulit tiba-tiba Bani Quraizhah yang berada di dalam Madinah memutuskan perjanjian dengan Rasulullah Saw dan mengumumkan perang. Saat itu kaum muslimin semuanya terancam jiwanya, anak istri mereka terancam ditawan. Kesabaran yang bagaimana yang diperlukan seorang pemimpin dalam situasi dan kondisi yang sangat mencekam itu?.
Rasulullah Saw menyamar dengan pakaiannya, terlentang dan diam lama. Jika umat Islam diserang kekhawatiran, dan posisi mereka diujung tanduk, beliau segera bangkit dan meniupkan harapan dan menumbuhkan azam, serta meninggikan kembali semangat mereka. Beliau bersabda, ”Bergembiralah dan tunggulah dengan kemenangan dan dari pertolongan Allah.”
Bahaya yang ada di depan mata dan situasi yang mencekam tidak berpengaruh sedikitpun pada jiwa sang Pemimpin Agung, bahkan yang ada dalam jiwanya adalah kesabaran yang tumbuh di atas kesabaran. Subhanallah, semoga shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepadamu ya Rasulullah. Wallahu a’lam bissawab.
DI antara sifat yang paling mulia dan utama adalah sabar. Allah Subhanahu Wa ta'ala berfirman, ''Bersabarlah ( hai Muhammad ) dan tiadalah kesabaran itu melainkan dengan pertolongan Allah
( QS. an Nahl [16];127 ).
Menurut Al-Ghazali, sekitar tujuh puluh lebih keterangan Alquran tentang keutamaan sabar, anjuran sabar, dan ganjaran bagi orang yang menjaga kesabaran.
Sungguh banyak kisah kesabaran dan kedermawanan Rasulullah SAW. Salah satunya adalah kisah ketika Nabi Muhammad SAW mendapat syamlah ( baju longgar yang menutup seluruh badan ).
Sahl bin Sa'ad bertutur, ''Suatu hari datang seorang perempuan menghadiahkan kepada Nabi SAW sepotong syamlah, yang ujungnya ditenun. Perempuan itu berkata, ''Ya Rasulullah, akulah yang menenun syamlah ini dan aku hendak menghadiahkan kepada Engkau.''
Rasulullah Saw sangat menyukai syamlah tersebut. Tanpa banyak bicara, Rasulullah Saw langsung mengambil dan memakainya dengan sangat gembira dan berterima kasih kepada wanita itu.
Rasulullah Saw betul-betul sangat membutuhkan dan menyukai syamlah tersebut.
Namun, tak lama setelah wanita itu pergi, tiba-tiba datang seorang laki-laki meminta syamlah tersebut. Rasulullah pun memberikannya.
Para sahabat yang lain lalu mengecam laki-laki tersebut. Mereka berkata, ''Hai Fulan, Rasulullah Saw sangat menyukai syamlah tersebut, mengapa kau memintanya? Kau kan tahu Rasulullah tidak pernah tidak memberi kalau diminta?''
Laki-laki itu menjawab,'' Aku memintanya bukan untuk dipakai sebagai baju, melainkan untuk kain kafanku nanti kalau aku meninggal''. Begitulah, tak lama kemudian, laki-laki itu meninggal dan syamlah tersebut menjadi kain kafannya. ( HR Bukhari ).
Dan ada lagi sifat kesabaran beliau, bukan kesabaran dalam kondisi biasa, termasuk kesabaran dalam medan pertempuran yang sangat menakutkan sekalipun. Inilah yang diceritakan Said Hawwa dalam kitabnya “Ar-Rasul Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam.”
Sikap sabar beliau yang paling menonjol dalam perang terdahsyatnya adalah saat perang Uhud dan perang Khandaq. Pada hari kaum muslimin didera kekalahan, beliau tetap tegar tidak mundur sejengkalpun. Juga pada hari pengepungan pasukan sekutu terhadap kota Madinah yang membuat nafas kaum muslimin tersengal-sengal, tetapi beliau tetap memiliki harapan untuk menang.
Imam Muslim meriwayatkan, “Rasulullah Saw berperang hanya ditemani tujuh orang Anshar dan dua orang Quraisy dalam perang Uhud.”
Saat perang Uhud, kaum musyrikin mampu menerobos dan mendekati Rasulullah saw. Salah seorang dari mereka bahkan melempari beliau dengan batu yang membuat hidung dan dagu beliau pecah, muka beliau robek hingga mengucurkan darah. Tak cukup sampai disini, kemudian tersiar kabar bahwa Nabi Muhammad telah terbunuh. Maka kaum Muslimin terpecah-pecah, sebagian masuk Madinah dan sebagian lari ke atas gunung. Para sahabat bingung, tak tahu apa yang harus diperbuat.
Rasulullah Saw memasang anak panah dan memberikannya pada Sa’ad bin Abi Waqhash dan mengatakan, “Tembakkan, jaminanmu adalah ayah dan ibuku.” Abu Thalhah Al Anshari adalah seorang pemanah yang jitu dalam menembak sasaranya, ia bertarung habis-habisan membela Rasulullah Saw, jika ia memanah, Rasulullah Saw menampakkan dirinya melihat dimana anak panahnya mengenai sasaran.
Di saat yang sulit ini, ketika umat Islam lari bercerai-berai tidak ada yang menemani Rasulullah Saw, kecuali jumlah yang sedikit ini. Rasulullah Saw tetap tegar memimpin peperangan yang paling mengharukan antara tiga ribu pasukan kafir Quraisy melawan Rasulullah dan beberapa orang saja yang menyertainya. Beliau tidak mau menyerah kalah, tetapi bersikeras bersama orang-orang yang menyertainya bertempur habis-habisan, sampai kaum musyrikin melihat bahwa kerugian mereka lebih besar dari pada keuntunganya, sampai akhirnya lari meninggalkan Nabi Saw dan pengikutnya.
Kesabaran yang bagaimana ini?
Jangan kita lupakan bahwa kabar terbunuhnya Muhammad sudah tersiar, dan Rasulullah Saw meminta orang-orang yang mengetahui keberadaan beliau untuk tidak menolak kabar itu, agar jangan sampai membuat kafir Quraisyi mengurungkan niat meninggalkan pertempuran. Beliau tetap bersabar dalam posisi yang paling sulit dan tidak keluar dari komando tempur yang sempurna.
Sementara pada saat perang Khandaq, Madinah dikepung dengan sangat ketat, dalam waktu yang lama yang membuat kaum muslimin berada dalam posisi aman sulit sehingga mereka tidak mengenal tidur dan istirahat berhari-hari. Pasukan Ahzab menyerang mereka dari titik yang lemah. Kaum muslimin bergerak sambung-menyambung dari tempat satu ke tempat lain untuk menghindari serangan mendadak dan kaum muslimin merasa letih sebagaimana disifati Allah Swt,
(yaitu) ketika mereka datang kepadamu dari atas dan dari bawahmu, dan ketika tidak tetap lagi penglihatan(mu) dan hatimu naik menyesak sampai ke tenggorokan dan kamu menyangka terhadap Allah dengan bermacam-macam purbasangka. Disitulah diuji orang-orang mukmin dan digoncangkan (hatinya) dengan goncangan yang sangat. (al-Ahzab: 10-11)
Dalam situasi yang sedemikian sulit tiba-tiba Bani Quraizhah yang berada di dalam Madinah memutuskan perjanjian dengan Rasulullah Saw dan mengumumkan perang. Saat itu kaum muslimin semuanya terancam jiwanya, anak istri mereka terancam ditawan. Kesabaran yang bagaimana yang diperlukan seorang pemimpin dalam situasi dan kondisi yang sangat mencekam itu?.
Rasulullah Saw menyamar dengan pakaiannya, terlentang dan diam lama. Jika umat Islam diserang kekhawatiran, dan posisi mereka diujung tanduk, beliau segera bangkit dan meniupkan harapan dan menumbuhkan azam, serta meninggikan kembali semangat mereka. Beliau bersabda, ”Bergembiralah dan tunggulah dengan kemenangan dan dari pertolongan Allah.”
Bahaya yang ada di depan mata dan situasi yang mencekam tidak berpengaruh sedikitpun pada jiwa sang Pemimpin Agung, bahkan yang ada dalam jiwanya adalah kesabaran yang tumbuh di atas kesabaran. Subhanallah, semoga shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepadamu ya Rasulullah. Wallahu a’lam bissawab.