BERTARUH NYALI DENGAN BUAYA DEMI MENYAMBUNG HIDUP
Tumpukan lokan ( kerang sungai ) di pekarang rumah menjadi pemandangan sehari-hari begitu memasuki Desa Siti Ambia dan Suka Makmur, Kecamatan Singkil, Aceh Singkil. Kepingan kerang sungai itu sudah dikumpulkan warga sejak pagi buta.
Kebiasaan mencari lokan telah mengakar turun temurun bagi warga Desa Siti Ambia dan Suka Makmur. Tak heran pada waktu senggang sepulang sekolah atau mengaji banyak bocah belasan tahun di kedua desa itu menyelami sungai memburu lokan.
Umumnya warga menggunakan perahu kecil menyusuri alur sungai. Menjelang tengah hari atau magrib mereka baru kembali ke kampung dengan sekarung lokan hasil buruan. Untuk seratus keping lokan dihargai paling mahal Rp 20 ribu. Namun sejak beberapa waktu terakhir aktivitas memburu lokan dihadapkan pada pertaruhan nyali yang tak main-main.
Konon di dasar sungai tempat lokan diburu warga ternyata banyak terdapat sarang buaya. Sejumlah korban jiwa sudah pernah berjatuhan. Itu terjadi berulang kali di depan mata.
Tapi ironisnya, keberadaan buaya di dasar sungai tidak pernah menciutkan nyali pemburu lokan. Memburu lokan ternyata sudah menjadi pilihan warga Siti Ambia dan Suka Makmur demi menyambung hidup.
''Walau sudah ada korban dimakan buaya, tetap saja warga mencari lokan. Karena itulah satu satunya mata pencaharian warga di sini,'' kata Sekdes Suka Makmur Irwansyah. Menurut penuturan warga, memburu lokan bukan hanya sekadar untuk makan.
Lebih dari itu hasil penjualan lokan juga digunakan untuk membiayai sekolah anak.
''Masyarakat pinggir sungai menggantungkan hidupnya mencari lokan ke sungai. Bukan hanya cerita, banyak sarjana dan anak-anak sekolah dibiayai dari mencari lokan. Kalau sempat berhenti ( mencari lokan-red ) mau dibiayai dari mana,'' kata Fajar, pencari lokan di Siti Ambia. Saat ini sedikitnya ada 500 jiwa menggantungkan hidup dari memburu lokan.
Rutinitas yang telah berlangsung puluhan tahun itu jelas terlihat dari kulit lokan yang beserakan di pinggir rumah warga. Bahkan sebagian ada yang memanfaatkannya untuk bahan bakar dan menimbun pekarangan. Warga menganggap dimana ada lokan di situ buaya bersarang. Tapi itu hanya sekadar cerita. Tapi faktanya anggapan itu tidak pernah menyurutkan nyali warga mencari jatah hidup bersaing dengan si pemangsa.
Kebiasaan mencari lokan telah mengakar turun temurun bagi warga Desa Siti Ambia dan Suka Makmur. Tak heran pada waktu senggang sepulang sekolah atau mengaji banyak bocah belasan tahun di kedua desa itu menyelami sungai memburu lokan.
Umumnya warga menggunakan perahu kecil menyusuri alur sungai. Menjelang tengah hari atau magrib mereka baru kembali ke kampung dengan sekarung lokan hasil buruan. Untuk seratus keping lokan dihargai paling mahal Rp 20 ribu. Namun sejak beberapa waktu terakhir aktivitas memburu lokan dihadapkan pada pertaruhan nyali yang tak main-main.
Konon di dasar sungai tempat lokan diburu warga ternyata banyak terdapat sarang buaya. Sejumlah korban jiwa sudah pernah berjatuhan. Itu terjadi berulang kali di depan mata.
Tapi ironisnya, keberadaan buaya di dasar sungai tidak pernah menciutkan nyali pemburu lokan. Memburu lokan ternyata sudah menjadi pilihan warga Siti Ambia dan Suka Makmur demi menyambung hidup.
''Walau sudah ada korban dimakan buaya, tetap saja warga mencari lokan. Karena itulah satu satunya mata pencaharian warga di sini,'' kata Sekdes Suka Makmur Irwansyah. Menurut penuturan warga, memburu lokan bukan hanya sekadar untuk makan.
Lebih dari itu hasil penjualan lokan juga digunakan untuk membiayai sekolah anak.
''Masyarakat pinggir sungai menggantungkan hidupnya mencari lokan ke sungai. Bukan hanya cerita, banyak sarjana dan anak-anak sekolah dibiayai dari mencari lokan. Kalau sempat berhenti ( mencari lokan-red ) mau dibiayai dari mana,'' kata Fajar, pencari lokan di Siti Ambia. Saat ini sedikitnya ada 500 jiwa menggantungkan hidup dari memburu lokan.
Rutinitas yang telah berlangsung puluhan tahun itu jelas terlihat dari kulit lokan yang beserakan di pinggir rumah warga. Bahkan sebagian ada yang memanfaatkannya untuk bahan bakar dan menimbun pekarangan. Warga menganggap dimana ada lokan di situ buaya bersarang. Tapi itu hanya sekadar cerita. Tapi faktanya anggapan itu tidak pernah menyurutkan nyali warga mencari jatah hidup bersaing dengan si pemangsa.