KISAH SEEKOR ANGSA EMAS
Zaman
dahulu, ada seorang raja. Namanya Bahuputtaka. Nama ini sesungguhnya
berarti “ayah dengan banyak putra”. Ratunya bernama Khema. Keduanya
memerintah di Benares. Benares adalah salah satu kota suci di India.
Suatu
hari, Ratu Khema, bermimpi tentang angsa emas yang berbicara bagaikan
orang bijaksana. Ratu kemudian menyampaikan mimpinya kepada raja dan
berkata bahwa dia sangat ingin melihat dan mendengar burung yang
demikian indah. Raja selanjutnya meminta banyak keterangan dan
disampaikan bahwa burung seperti angsa emas demikian memang ada, tetapi
langka dan tidak mudah ditemukan.
Banyak orang menyampaikan kepada raja
bahwa akan sangat sulit menemukan jenis angsa ini di kerajaannya. Namun
demikian, mereka ada. Maka, raja mengutus banyak pembantunya untuk
mencari angsa, yang diperkirakan dekat suatu danau, sangat jauh di
suatu tempat.
Mereka juga mengerahkan para pemburu
agar mencarinya dan membawanya ke Benares. Banyak orang yang
menyarankan kepada raja untuk membuat danau dekat kota sehingga angsa
itu akan tertarik, dan akan tinggal di sana.
Pada saat
itu, ada banyak angsa yang hidup di Gunung Cittakuta. Rajanya disebut
Dhatarattha. Raja angsa Dhatarattha ini seekor burung yang sangat
indah, dengan bulu berwarna emas berkilauan. Wah… (Guru bergurau) Dia
sedang mengundang masalah!.
Dalam perjalanan waktu,
danau yang besar dibuat dekat Benares, dan raja menamakan danau itu
Khema, mengikuti nama sang ratu. Pohon-pohon bunga, bunga-bunga, dan
berbagai jenis tanaman langka yang cantik ditanam di sekitar danau. Selain
itu, bunga teratai, seroja, serta berbagai sayur dan bunga air ditanam
di danau itu. Dan setiap hari, banyak orang yang datang dan menyebarkan
sedikit jagung serta biji-bijian untuk menarik burung dan sejenisnya.
Kemudian bentara raja, salah satu pembantunya, akan mengumumkan dengan
lantang: Raja Benares menyambut semua burung untuk datang dan tinggal
dengan damai di danau yang indah ini! Mereka akan dilindungi dari
bahaya oleh perintah raja dan orang-orang raja.”
Maka,
berita tentang danau ini sampai pada angsa liar di Gunung Cittakuta.
Mereka menghadap angsa emas, dan berkata, “Yang mulia! Raja Benares
telah membuat danau yang besar dan harum dekat kota. Dia menjamin
perlindungan bagi semua burung yang tinggal di sana. Para burung juga
akan diberi makan oleh para rimbawan. Mari kita pergi dan lihat tempat
macam apa itu. Kita bosan hidup di puncak gunung ini dan harus mencari
makanan sendiri.”
Maka, si angsa emas, raja kawanan angsa setuju atas usul mereka. Kemudian dia dan sebagian kawanannya terbang ke arah Benares.
Raja
telah memerintahkan para pemburunya untuk mengawasi dengan saksama dari
tepi danau. Dia menyuruh mereka segera memasang perangkap bila mereka
melihat angsa emas mendekati air. Kepala pemburu mengepung danau dengan
orang-orangnya sepanjang siang dan malam, menanti untuk menangkap angsa
emas ini.
Suatu subuh dia melihat sekelompok besar
angsa dan seekor burung yang lebih besar yang berwarna emas dengan bulu
yang berkilauan dalam pancaran cahaya matahari, terbang ke arah danau.
Pemburu itu cepat-cepat memasang perangkap di antara bunga teratai dan
seroja. Dia tahu bahwa angsa emas, yang menjadi pemimpinnya, akan
hinggap terlebih dahulu di air.
Seperti awan putih yang padat,
90.000 angsa melayang turun ke arah danau. Angsa emas menjejak air, dan
segera, kakinya terjebak dalam perangkap. Melihat pemimpinnya
terperangkap, kawanan angsa terbang berkeliling, membunyikan keadaan
bahaya, tetapi tiada yang cukup berani berusaha menyelamatkannya.
Mereka naik dan terbang balik ke arah Gunung Cittakuta dengan selamat.
Sumukha, kapten kepala angsa ini sendiri tetap bersama rajanya.
Angsa
emas kemudian berbalik bertanya kepadanya, dan berkata, “Angsa yang lain telah terbang
menjauh, Sumukha! Tanpa ragu, mereka meninggalkan saya. Mengapa engkau
menunggu di sini? Pergilah cepat-cepat sementara engkau memiliki
kesempatan. Bila tetap di sini, engkau akan ditangkap juga.”
Sumukha,
kapten kepala, mungkin pendamping raja angsa, duduk mengapung dengan
anggun di air di samping raja, dan menjawab, “Saya tidak akan pernah
meninggalkanmu, Angsa Raja. Sekarang bahaya itu makin mendekat, saya
akan tetap tinggal, dan baik hidup atau mati di sisimu.”
Saat
mereka sedang berbicara, kepala pemburu datang mendekati danau. Sumukha
memutuskan untuk berusaha melembutkan hati sang pemburu, dan terbang
kepadanya, memohon agar melepaskan angsa emas. Pemburu tertegun oleh
keindahan burung emas yang agung, dan bertanya kepadanya, “Seluruh
kawanmu telah melarikan diri, angsa mulia. Tidakkah engkau melihat
perangkap dari jauh?”
Angsa emas menjawab: “Saat hidup
menjelang ajal, dan kematian makin mendekat, tiada guna bergumul
melawan takdir; sehingga saya tidak melihat perangkapnya.”
Pemburu
sangat terkesan oleh kebijaksanaan angsa emas. Dia bertanya kepada
Sumukha, “Dan mengapa engkau juga tetap tinggal di sini? Angsa yang
lain sudah tidak terlihat lagi. Engkau bebas, tetapi engkau tetap
tinggal di sisi burung mulia ini. Siapakah dia sehingga engkau tidak
meninggalkannya sekejap pun?”
Maka, Sumukha menjawab,
“ Dia adalah raja saya, sahabat saya, dan kawan saya. Saya tidak akan
pernah meninggalkannya walaupun saya mati karenanya.”
Mendengar
ini, pemburu berpikir, “Sungguh, ini burung yang berani dan mulia. Bila
saya melukai mereka, maka para dewa akan menghukum saya. Apa peduli
saya akan penghargaan raja? Saya akan membebaskan mereka.” Dia berkata
kepada Sumukha, “Karena engkau siap mati demi persahabatan, maka saya
akan membebaskan rajamu. Kemudian pergilah ke mana kalian berdua
kehendaki.”
Dengan lembut dia melepaskan kaki angsa
emas dari perangkap dan mencuci darahnya dalam air danau yang jernih
dan murni. Dia memperbaiki otot dan urat daging yang terpilin, dan
dengan ajaib kakinya menjadi utuh kembali. Tiada tanda yang menunjukkan
bagian yang terjerat.
Sumukha sangat gembira melihat
rajanya bebas, dan berkata kepada si pemburu, “Semoga engkau dan
keluargamu selalu hidup makmur, wahai pemburu, karena kemurahanmu
melepaskan raja saya!”
Angsa emas bertanya kepada pemburu, “Apakah engkau menangkap saya untuk diri sendiri atau atas perintah orang lain?”
“Atas
perintah raja, saya memasang jeratnya, wahai angsa mulia.” Pemburu
menceritakan kepada angsa emas kebenarannya, dan bagaimana sang ratu
ingin melihat burung yang menakjubkan.
Angsa emas
merenung, “Mungkin akan menjadi yang terbaik bila saya pergi ke kota.
Sang pemburu akan diberi hadiah, dan Raja Bahuputtaka dikenal sebagai raja yang
bijak dan baik. Bila saya menghadapnya atas kehendak saya, dia akan
puas dan mungkin memutuskan untuk memberi saya kebebasan atas danau
yang indah ini.”
Maka, dia berkata kepada pemburu itu,
“Bawalah kami kepada raja. Kami akan berbicara dengannya, dan bila dia
berkenan, dia akan membebaskan kami.”
Pemburu berkata, “ Wahai Angsa mulia, raja tidak selalu murah hati. Dia dapat memutuskan untuk menahan kalian berdua sebagai tawanan.”
Tetapi,
angsa emas berkata kepadanya, “Saya telah melunakkan hatimu, wahai
pemburu. Pastilah saya dapat memperoleh kemurahan hati raja yang agung.
Serahkan itu pada saya! Engkau melakukan tugasmu, dan bawalah saya dan
Sumukha kepadanya.”
Maka, pemburu membawa kedua burung itu pada galahnya, dan membawa mereka ke istana.
Saat
raja dan ratu melihat kedua burung yang bagus sekali, yang satu dengan
bulu berkilau emas, dan yang lain seputih salju di puncak gunung,
mereka sangatlah bergembira. Raja menempatkan keduanya di dalam sangkar
emas, dan dengan tangannya sendiri memberi mereka madu dan biji-bijian
yang baik untuk dimakan, dan air manis untuk diminum. Sepanjang malam,
raja dan angsa emas berbincang-bincang bersama tentang tugas-tugas
raja, dan kebijakan-kebijakan raja.
Angsa emas berkata
kepada raja, “Dia yang menunda sampai terlambat melakukan kehendak yang
baik, maka akan merosot akhlaknya. Dia akan kehilangan semua
pengetahuan dan akan mengalami kehilangan yang besar. Dia yang tidak
melihat Kebenaran, maka tidak akan memperoleh kebijaksanaan.
Hargailah
anak-anakmu sehingga mereka dapat tumbuh bijaksana dan selalu mengikuti
jalan kebajikan.” Demikianlah angsa emas menasihati dan menyemangati
raja.
Ketika fajar menyingsing, dia mengucapkan
selamat tinggal kepada raja dan ratu, dan bersama Sumukha yang setia,
terbang keluar dari jendela bagian utara, dan pergi jauh ke Gunung
Cittakuta.
Sekarang,
kita akan bertanya-tanya mengapa sebagai angsa, hanya ada dua angsa
yang demikian mulia, sedangkan sisanya adalah angsa biasa yang
pengecut. Jumlahnya 90.000 dan hanya ada dua yang mulia!
Jadi,
dalam kerajaan hewan pun ada banyak perbedaan, tidak hanya dalam umat
manusia. Mungkin ini jalan yang seharusnya. Saya tidak tahu mengapa
harus seperti itu. Mungkin laju perkembangan dalam setiap makhluk hidup
berbeda-beda. Bahkan dalam spesies yang sama juga ada perbedaan.
Ini
karena yang satu memilih ke arah atas, ke arah yang lebih mulia;
sedangkan yang lain memilih ke arah yang umum, jalan yang mudah, dan
jalan yang menuai lebih banyak materi. Mungkin pilihan kitalah yang
menentukan apakah kita mulia atau rendah.
Dan bila kita tidak bergumul
dengan batin kita sendiri, serta tidak berusaha memperbaiki pemikiran,
gagasan, atau tindakan kita, maka kita akan selalu di tingkat yang sama
seperti sebelumnya - angsa yang sangat biasa. Kita memiliki ketakutan,
kekhawatiran, makanan, mimpi, tindakan, dan kebiasaan seperti orang
yang lainnya.
Tidak ada kualitas yang lebih baik dalam diri kita, tidak
ada yang meningkat, dan kita tidak lebih dari angsa yang makan rumput
dan minum air danau, serta melewatkan kehidupan mereka seperti ini.
Hidup mereka juga damai, selaras, bebas dari ketegangan; dan mereka
juga nampak baik. Tetapi, mereka tidak memperoleh sesuatu yang lebih,
hanya rumput dan air danau saja.
Maka, sekarang kita
harus bertanya kepada diri kita sendiri apakah kita menginginkan
kehidupan damai seperti itu. Karena itu, saya sebelumnya pernah
menyampaikan agar Anda jangan terlalu bangga akan keluarga Anda yang
harmonis, lingkungan Anda yang damai, pencapaian kekayaan Anda, dan
keuntungan apa pun yang Anda kira datang kepada diri Anda melalui
berkah Guru.
Benar,
Guru akan memberkahi kita dengan apa pun yang kita inginkan, tetapi
kita sebaiknya tidak puas dengan itu dan merasa bangga akan pencapaian
itu, karena ini bukanlah apa-apa! Pupuk yang berbau busuk perlu bagi
bunga-bunga, tetapi bunga-bunga lah yang kita inginkan, bukan pupuknya.
Mungkin ini hanya kisah teladan agar kita dapat mengerti rasa kesepian yang dialami seorang raja atau seorang Guru. Mereka seperti berbicara kepada banyak angsa yang bodoh yang tidak memiliki otak atau kecerdasan manusia.
Jadi, apakah kisah ini benar atau tidak, akan tetapi ada pesan Kebenarannya. Kisah ini tidak harus sungguh-sungguh nyata. , atau apa pun sebelumnya. Hanya saja, kisah itu memiliki Kebenarannya. Rasa kesepian dari seorang raja atau seorang Guru atau seorang bijak terlihat jelas dalam kisah ini.